#CintaZakatMenyejahterakanUmmat #BerkahBerzakat

Sejarah Maulid Nabi: Perjalanan Tradisi Memuliakan Kelahiran Rasulullah

04/09/2025 | Humas BAZNAS Kutim

Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu tradisi keagamaan yang telah mengakar kuat dalam peradaban Islam selama berabad-abad. Perayaan yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal ini bukan hanya sekadar memperingati kelahiran Nabi Muhammad, melainkan juga menjadi momentum untuk merefleksikan ajaran-ajaran mulia dan keteladanan Rasulullah yang patut diikuti oleh seluruh umat Islam.

Namun, perjalanan sejarah Maulid Nabi tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Tradisi ini mengalami evolusi yang panjang, mulai dari masa-masa awal Islam hingga berkembang menjadi perayaan besar yang kita kenal saat ini.

Akar Sejarah: Masa-Masa Awal Islam

Dalam periode kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, tidak ditemukan catatan khusus tentang perayaan hari kelahiran Nabi. Para sahabat, termasuk Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, lebih fokus pada penerapan ajaran-ajaran Nabi dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiadaan perayaan khusus ini bukan berarti para sahabat tidak mencintai Rasulullah. Sebaliknya, mereka menunjukkan kecintaan melalui ketaatan penuh terhadap ajaran-ajarannya dan upaya menyebarkan Islam ke berbagai penjuru dunia.

 

Dinasti Fatimiyah: Pionir Perayaan Maulid

Jejak formal pertama perayaan Maulid Nabi dapat ditelusuri pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M). Dinasti yang bermazhab Syiah Ismailiyah ini mulai mengadakan perayaan resmi untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Imam Ali, Fatimah az-Zahra, dan beberapa tokoh penting lainnya dalam Islam.

Al-Maqrizi, seorang sejarawan terkenal, mencatat bahwa Khalifah al-Mu'izz li-Din Allah (953-975 M) adalah penguasa pertama yang secara resmi menetapkan Maulid Nabi sebagai hari perayaan negara. Pada masa ini, istana akan menggelar jamuan besar, membagikan makanan kepada rakyat, dan mengadakan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad.

 

Era Ayyubiyah: Kelanjutan dan Pengembangan

Setelah runtuhnya Dinasti Fatimiyah, tradisi Maulid Nabi dilanjutkan dan bahkan dikembangkan oleh Dinasti Ayyubiyah di bawah pemerintahan Salahuddin al-Ayyubi dan penerusnya. Salah satu tokoh penting dalam pengembangan tradisi Maulid adalah al-Malik al-Muzhaffar Abu Sa'id Kukburi (w. 1233 M), penguasa Irbil di Kurdistan.

Kukburi dikenal sebagai sosok yang sangat mengagungkan perayaan Maulid. Ia menggelar perayaan yang meriah dengan mengundang para ulama, sufi, dan cendekiawan dari berbagai daerah. Perayaan ini berlangsung selama berhari-hari dengan berbagai kegiatan keagamaan, termasuk pembacaan shalawat, qasidah, dan riwayat hidup Nabi.

 

Penyebaran ke Dunia Islam

Dari Timur Tengah, tradisi Maulid Nabi mulai menyebar ke berbagai wilayah Islam lainnya. Di Andalusia (Spania Muslim), perayaan Maulid berkembang dengan corak yang berbeda, lebih menekankan pada aspek sastra dan seni. Para penyair Muslim Andalusia menciptakan qasidah-qasidah indah untuk memuji Nabi Muhammad.

Di Asia Selatan, tradisi Maulid dibawa oleh para pedagang dan ulama yang datang dari Arab dan Persia. Di sini, perayaan Maulid berkembang dengan karakteristik lokal yang unik, menggabungkan tradisi Islam dengan budaya setempat.

 

Kedatangan ke Nusantara

Tradisi Maulid Nabi tiba di Nusantara bersamaan dengan masuknya Islam pada abad ke-13 dan 14. Para wali dan ulama yang menyebarkan Islam di tanah Jawa menggunakan perayaan Maulid sebagai salah satu media dakwah yang efektif.

Sunan Bonang, salah seorang Wali Songo, dikenal sebagai pencipta "Suluk Wijil" yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad. Demikian pula dengan Sunan Kalijaga yang menciptakan berbagai karya seni Islam untuk mempermudah penyebaran ajaran Islam, termasuk melalui perayaan Maulid.

 

Perkembangan Modern

Dalam era modern, perayaan Maulid Nabi telah berkembang menjadi tradisi yang beragam di seluruh dunia Islam. Setiap negara dan wilayah memiliki cara tersendiri dalam memperingati kelahiran Rasulullah, mulai dari upacara resmi kenegaraan hingga perayaan komunitas di tingkat akar rumput.

Di Indonesia, Maulid Nabi diperingati dengan berbagai kegiatan seperti pengajian akbar, pawai, pembacaan shalawat, dan penyajian makanan tradisional. Tradisi "barzanji" atau pembacaan riwayat hidup Nabi juga menjadi bagian integral dari perayaan Maulid di Indonesia.

 

Kontroversi dan Pandangan Ulama

Sepanjang sejarahnya, tradisi Maulid Nabi tidak lepas dari kontroversi. Beberapa ulama mempertanyakan dasar hukum perayaan ini dalam Islam, mengingat tidak ada precedent langsung dari masa Nabi dan para sahabat.

Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa perayaan Maulid diperbolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam. Imam as-Suyuthi, seorang ulama besar abad ke-15, bahkan menulis risalah khusus yang membenarkan perayaan Maulid dengan argumen bahwa tujuannya adalah untuk mengingat dan meneladani sifat-sifat mulia Rasulullah.

 

Makna dan Hikmah

Terlepas dari kontroversi yang ada, perayaan Maulid Nabi memiliki makna dan hikmah yang mendalam. Pertama, ia menjadi momentum untuk mengingat kembali perjuangan dan pengorbanan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam. Kedua, perayaan ini mendorong umat Islam untuk mempelajari dan meneladani akhlak mulia Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, Maulid Nabi menjadi sarana untuk mempererat persaudaraan dan kebersamaan di antara umat Islam. Keempat, perayaan ini dapat menjadi media dakwah yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat luas.

Sejarah Maulid Nabi menunjukkan bagaimana sebuah tradisi keagamaan dapat berkembang dan beradaptasi dengan berbagai konteks zaman dan budaya. Dari awalnya sebagai perayaan istana pada masa Dinasti Fatimiyah, kini Maulid Nabi telah menjadi tradisi yang mengakar kuat di seluruh dunia Islam.

Yang terpenting bukanlah bentuk perayaannya, melainkan substansi dan tujuannya: mengenang, mempelajari, dan meneladani sosok Muhammad SAW sebagai uswah hasanah (teladan terbaik) bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian, perayaan Maulid Nabi dapat menjadi momentum yang bermakna untuk terus meningkatkan kecintaan dan ketaatan kepada Rasulullah SAW.

Penulis : Cita Permata - Tim Mahasiswi PKL STAIS
Poster : Virda - Tim Mahasiswi PKL STAIS

 

Sumber Referensi:

1. "Maulid Nabi Muhammad" - Wikipedia Bahasa Indonesia

2. "Mawlid" - Wikipedia (English)

3. Universitas Muhammadiyah Surakarta. "Maulid Nabi Perspektif Al-Qur'an dan Sunnah"

4. UIN Sunan Kalijaga. "Makna Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bagi Umat Islam"

5. Dompet Dhuafa. "Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW, Asal-Usul dan Perkembangannya"

6. Gramedia Literasi. "Apa Itu Maulid Nabi: Pengertian, Sejarah dan Keutamaannya"

7. Cambridge Core. "International Journal of Middle East Studies"

8. ALA Journals. "Reference & User Services Quarterly"

9. Islamic Awareness. "Dated and Datable Texts Mentioning Prophet Muhammad"

KABUPATEN KUTAI TIMUR

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12